HEMAT B A T ( Benih , Air , Tenaga ) dengan tehnologi S R I (system of rice
Intensification)
I.
PENDAHULUAN
Salah satu kendala
untuk mencapai kemandirian pangan ada pada kemampuan petani dalam memaksimalkan
hasil produksi. Pendidikan yang rendah, luas lahan yang sempit (0,23 Ha
perkapita), serta budaya subsistem yang merupakan gambaran petani Indonesia
pada umumnya. Kondisi ini melahirkan rendahnya daya adopsi petani yang pada
gilirannya melahirkan produk dengan kualitas rendah dan tidak mampu bersaing
pada level global. Pada sektor pertanian padi sawah misalnya, dengan penerapan
metode bercocok tanam secara tradisional produktivitas petani Indonesia masih
rendah,. Dengan demikian dibutuhkan upaya lahirnya trobosan yang dapat mengubah
prilaku dan sikap dasar petani di Indonesia dai pola subsistem ke arah yang
lebih berorientasi pada keuntungan (benefit
oriented).
Sistem intensifikasi
padi atau dikenal dengan system of rice
Intensification (SRI) merupakan alternatife yang menjanjikan terciptanya
perubahan mendasar dalam budidaya pertanian padi di Indonesia. Melalui metode
ini, petani diajak untuk memiliki pandangan bahwa dengan inovasi yang sederhana
dan biaya ekonomi yang tidak terlalu mahal bercocok tanam padi mampu memberikan
hasil optimal bahkan jauh lebih baik dari cara bercocok tanam lama. Metode SRI
juga membuktikan bahwa produktivitas lahan sawah mencapai kenaikan antara 16%
hingga 30% dibandigkan dengan tehnik bertani konvensional.
Keunggulan lain yang
ada pada SRI adalah banyaknya unsur lokal yang dapat dimanfaatkan dalam proses
budidaya sehingga secara langsung akan menekan biaya produksi pada tingkat yang
lebih rendah. Misalnya, kebutuhan pupuk an-organik dapat sepenuhnya
memanfaatkan sumber daya lokal seperti jerami, sampah rumah tangga, gulma, sisa tanaman kebun,
serta sumber unsur nitrogen yang dapat diperoleh dari hama keong, sisa makanan,
atau kotoran ternak yang ada disekitar lokasi lahan. Dengan demikin maka petani
tidak akan mengalami ketergantungan terhadap produk/bahan pabrikan yang
cendrung mahal dan merusak ekosistem tanah.
Guna mendukung program
kemandirian pangan komoditas padi sawah serta dalam rangka merangsang
percepatan peningkatan kesejahteraan petani maka budidaya berbasis SRI menjadi
alternatife paling tepat.
TEKNIK BUDIDAYA
SRI
SRI
(system of Rice Intensification)
adalah cara budidaya tanaman padi yang intensif dan efesien dengan proses
menejemen system perakaran yang berbasisp pada pengelolaan yang seimbang
terhadap tanah, tanaman dan air. Dalam prakteknya metode SRI yang dilakukan di Jawa
Barat umumnya adalah hasil perpaduan gagasan PHT dengan gagasan SRI dan
beberapa pengalaman hasil studi sebelumnya. Dengan perpaduan tersebut maka
dihasilkan usaha tani padi yang ramah lingkuangan baik dalam proses maupun
produk yang dihasilkannya. Untuk menerapkan usaha tani metode SRI maka harus
dipenuhinya 7 (tujuh) prinsip :
1. Pengelolaan
Tanah
-
Tanah diolah dengan kedalaman 25-30 cm,
dan pada pengelohan kedua masukan bahan organik (diluar jerami) antara 5-7
to/Ha;
-
Disekelilingi petakan dan atau ditengah
petakan dibuat parit sebagai system irigasi;
-
Tanah dibiarkan dalam kondisi
lembab/tidak tergenag selama 7-10 hari.
2. Pengunaan
Benih
-
Benih yang sehat dan bernas atau
bersertifikat yang telah diseleksi dengan air garam yang pekat;
-
Benih hasil seleksi (benih yang
tenggelam) direndam selama 48 jam, lalu dianginkan selama 24 jam.
3. Persemaian.
-
Dilakukan dengan menggunakan pipiti
(besek)/ nampan pelastik yang sudah dialasi daun pisang yang sudah
dilemaskan/plastik, lalu masukan campuran tanah dan kompos = 1:1 setebal 4 cm
atau setengah dari tingggi besek sebagai media tumbuh;
-
Banyaknya benih yang ditaburkan per
ppipiti (15 x 15 cm) adalah sekitar 1 (satu) sendok makan atau untuk 100 bata =
0,7 – 1 Kg atau 4,9 – 7 Kg/Ha, lalu benih tersebut ditutup dengan abu dan
jerami;
-
Pada umur 3-5 hari jerami diangkat,
karena benih sudah mulai tumbuh;
-
Bibit siap tanam 5-10 hari.
4. Tanam
-
Bibit yang ditanam adalah bibit muda
(7-10 hari), ditanam tunggal ( satu tunas) sedalam 0,5 – 1,0 cm (dangkal)
dengan posisi akar tanaman berbentuk huruf L;
-
Jarak tanam 27 x 27 cm, 30 x 30 cm atau
35 x 35 cm.
5. Pemeliharaan Tanaman Vase Vegetatif
-
Penyulaman tanaman dilakukan bila ada ganguan
belalang;
-
Penyiangan dilakukan setelah tanaman
berumur 7-10 hari, dan diulang setiap 10 hari sekali sebanyak 4 kali;
-
Berikan Makro Organisme Lokal (MOL) yang
diarahkan kepada tanaman atu tanah pada tanaman umur 7-10 hari, lakukan
sehingga 10 hari sekali sehingga 4-6 aplikasi;
-
Kondisi air tetap dalam keadaan
basah/tidak tergenang (kecuali pada saat mau menyiang atau rambet.
6. Pemeliharaan
Tanaman Vase Generatif
-
Menjelang umur generative, yaitu pada
anakan maksimal (umur 45-50 hari) kondisi air dikeringkan sehingga bagian tanah
kering atau bahkan sampai kelihatan retak selama10 Hari;
-
Setelah 10 hari, tanah diberi air
kembali, sehingga tanah dalam kondisi lembab dan basah. Pada Vase ini di
sarankan untuk kembali pada aplikasi MOL;
-
Kondisi air seminggu sebelum panen
(ketika terlihat bulir mulai bernas dan kuning), dikeringkan.
7. Pengendalian
Organisme Penganggu Tanaman
-
Pengendalian organisme penganggu tanaman
dilakukan dengan menerapkan prinsip-prinsip pengendalian hama terpadu dengan
lebih mengutamakan pendekatan biologis, serta menghindarkan praktek-praktek
pengendalian yang akan merusak dan menganggu keseimbangan agro ekosistem.
Peningkatan penerapan tehnologi dan penyebarannya di
tingkat petani melalui pelaksanaan SRI perlu terus diupayakan secara bertahap
untuk mendukung terwujudnya pertanian berkelanjutan. System of Rice
Intensification (SRI) yang bersesuaian dengan prinsip-prinsip tehnologi tanam padi dapat
dilaksanakan selaras dengan kegiatan SRI. Agar sesuai dengan konsep Dasar SRI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar